Arti Sesungguhnya dari Teori Sosialisme di Satu Negara


Sosialisme di Satu Negara merupakan perkembangan dari Marxisme yang berakar pada pemikiran Lenin dan dilanjutkan kemudian oleh Stalin.
 

Sosialisme di Satu Negara merupakan teori penting dalam Marxisme-Leninisme yang merupakan salah satu perkembangan progresif Marxisme dari buah pemikiran pemimpin revolusi Rusia, Vladimir Lenin. Mungkin hal ini akan sangat mengejutkan bagi para penentang teori Sosialisme di Satu Negara yang selalu mengklaim bahwa gagasan tersebut berasal dari Joseph Stalin yang dikemukakan setelah Lenin wafat pada tahun 1924. Lebih parahnya menyebutkan bahwa Stalin mendistorsi Leninisme dan mencabut ruh Internasionalisme dari Marxisme dan Leninisme dan menjerumuskannya dalam jurang “nasionalisme”. Dengan demikian bagi para penentangnya, “Teori Sosialisme di Satu Negara” merupakan buah dari “Stalinisme” bukan Leninisme maupun Marxisme. Benarkah demikian?

Marxis-Leninis selalu dengan tegas menolak segala macam tuduhan tanpa dasar tersebut. Bahkan untuk dapat melihat fakta saja kita menemukan banyak dari tulisan-tulisan Lenin yang menjelaskan analisis ilmiah yang menjadi fondasi bagi pembangunan teori “Sosialisme di Satu Negara”. Dengan demikian, hal ini adalah fakta, namun tetap saja para penentang gagasan ini apabila kita menunjukan tulisan-tulisan Lenin tetap keras kepala dan menolak fakta bahwa Lenin telah membangun gagasan tersebut dari awal. Stalin faktanya melanjutkan apa yang sudah diformulasikan oleh Lenin dan menempatkan teori Leninis tersebut dalam praktiknya yaitu konstruksi Sosialisme di Uni Soviet.

Untuk dapat memahami gagasan mengenai “Sosialisme di Satu Negara”, pertama kita harus memahami dahulu analisis ilmiah dari Lenin mengenai hal ini. Dasar utama daripada gagasan bahwa Sosialisme dapat dibangun di satu atau beberapa negara terlebih dahulu adalah pada fakta bahwa perkembangan Kapitalisme di seluruh dunia tidaklah merata. Ketidakmerataan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa, disatu sisi, terdapat negara-negara yang industrinya maju di mana Kapitalismenya telah berkembang dengan pesat. Mereka ini adalah negara-negara yang tergolong dalam blok utama Imperialisme. Di sisi lain terdapat negara-negara yang mana tergolong dalam kategori terbelakang. Di masa Lenin, negata-negara yang dimaksud adalah semi-koloni seperti China atau negara-negara jajahan maupun dependency dari negara kapitalis besar. Dengan proses de-kolonialisasi setelah Perang Dunia II, negara-negara jajahan bertransformasi menjadi negara merdeka namun dengan status semi-koloni. Mereka inilah yang saat ini disebut negara-negara dunia ketiga, di mana perkembangan mereka ditekan oleh Imperialisme yang dijalankan melalui tangan borjuis-kompradornya serta kekuasaan borjuis nasional yang bersekutu dengan sisa-sisa feudalisme. Kapitalismenya berkembang secara pincang dikarenakan perkembangan Kapitalisme di negara-negara semi-kolonial ini merupakan bentuk transformasi dari Kapitalisme Kolonial. Kenyataan bahwa dunia Kapitalisme pun terbagi dalam perkembangannya inilah yang menunjukan bahwa Kapitalisme dalam perkembangannya tidak merata sama sekali.

Berdasarkan fakta inilah, Lenin kemudian menyatakan gagasannya tentang “perkembangan Kapitalisme yang tidak merata diseluruh dunia” yang mana ia menulis,

Uneven economic and political development is an absolute law of capitalism. Hence, the victory of socialism is possible first in several or even in one capitalist country alone. After expropriating the capitalists and organising their own socialist production, the victorious proletariat of that country will arise against the rest of the world—the capitalist world—attracting to its cause the oppressed classes of other countries, stirring uprisings in those countries against the capitalists, and in case of need using even armed force against the exploiting classes and their states.[1]

Dari sini kita dapat melihat bagaimana Lenin menggariskan poin penting yaitu,

1.     Perkembangan tidak merata dari ekonomi dan politik merupakan hukum absolut Kapitalisme.

2.     Sebagai akibat dari perkembangan Kapitalisme yang tidak merata, Revolusi Sosialis tidak dimungkinkan untuk dapat menang secara simultan di seluruh dunia namun akan terjadi terlebih dahulu di satu atau beberapa negara.

3.     Setelah penghancuran Kapitalisme di masing-masing negara, tugas berikutnya adalah membangun sistem sosialis, mengorganisir produksi dalam konsep sosialis dan hanya dengan demikianlah maka kelas pekerja yang telah memenangkan revolusi di satu atau beberapa negara dapat bangkit untuk melawan Kapitalisme Global yang akan memancing pemberontakan di seluruh negara melawan sistem kapitalis di negara-negara mereka.

 

Hukum perkembangan kapitalisme yang tidak merata merupakan pernyataan Lenin yang mempertegas bahwa Revolusi Sosialis tidak mungkin terjadi secara simultan namun akan memperoleh kemenangan dahulu di satu atau beberapa negara

 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Lenin jelas menyatakan Sosialisme dapat dibangun di satu atau beberapa negara terlebih dahulu dikarenakan hukum perkembangan tidak merata dalam Kapitalisme. Lenin tidak menyatakan apakah negara itu harus negara maju sehingga dapat disimpulkan, tidak ada kategorisasi dalam “tahapan perkembangan kapitalisme” dengan demikian negara terbelakang sekalipun dapat membangun Sosialisme di negara mereka.

Lenin juga memperjelas kembali pandangannya dalam, “The Military Programme of Proletarian Revolution”,

..the victory of socialism in one country does not at one stroke eliminate all wars in general. On the contrary, it presupposes wars. The development of capitalism proceeds extremely unevenly in different countries. It cannot be otherwise under commodity production. From this it follows irrefutably that socialism cannot achieve victory simultaneously in all countries. It will achieve victory first in one or several countries, while the others will for some time remain bourgeois or pre-bourgeois. This is bound to create not only friction, but a direct attempt on the part of the bourgeoisie of other countries to crush the socialist state’s victorious proletariat. In such cases, a war on our part would be a legitimate and just war. It would be a war for socialism, for the liberation of other nations from the bourgeoisie.[2]

Di sini, Lenin kembali mengulang dan menegaskan lagi bahwa revolusi dunia yang bersifat simultan adalah hal yang mustahil dikarenakan perkembangan Kapitalisme yang tidak merata. Karenanya kemenangan Sosialisme dalam pengertian revolusi sosialis tidak akan terjadi secara merata di seluruh dunia namun dimulai di satu atau beberapa negara terlebih dahulu. Lenin tidak menolak bahwa hal ini akan menciptakan kondisi negara sosialis yang terisolasi dan senantiasa terancam oleh upaya restorasi Kapitalisme dari kekuatan kapitalis global, namun Lenin menegaskan bahwa hal ini yang nantinya akan menciptakan sebuah just war, perang yang progresif untuk mempertahankan sosialisme. Karenanya negara sosialis kemudian dalam praktiknya harus memperkuat diri untuk mempertahankan pencapaian revolusi. Ini dibuktikan oleh Uni Soviet dalam Great Patriotic War melawan invasi Fasisme.

Para penentang teori “Sosialisme di Satu Negara” selalu mengklaim bahwa teori ini mengabaikan pentingnya Internasionalisme Proletariat yang merupakan ruh dari Marxisme. Dengan demikian menolak suatu revolusi dunia dan pembangunan Sosialisme diseluruh dunia. Argumen ini tentu merupakan kekeliruan besar yang mana telah dijelaskan bahwa Lenin sendiri dalam teorinya menyatakan sebaliknya. Sosialisme di Satu Negara bukanlah pemutusan dari Revolusi Nasional dan Revolusi Internasional, namun sebuah proses yang berkelanjutan. Marx sendiri dalam “Manifesto Komunis” menyatakan,

 

“…proletariat pertama sekali harus merebut kekuasaan politik, harus mengangkat dirinya menjadi kelas yang memimpin dari bangsa, harus mewujudkan dirinya sebagai bangsa, maka sejauh itu ia bersifat nasional, biarpun tidak dalam arti kata menurut borjuasi”[3]

 

Maka sejalan dengan itu revolusi pada mulanya adalah proses revolusi yang bersifat nasional dan dari proses nasional itu barulah revolusi kemudian mengambil bentuk internasionalnya. Dalam hal ini, teori Leninisme mengenai “Sosialisme di Satu Negara” tidak bertentangan sama sekali dengan pernyataan Marx dan Engels. Mengenai karakteristik internasionalisme sendiri, Stalin juga menegaskannya dalam “Laporan Kepada Kongres Partai Ke 17”,

 

We must be true to the end to the cause of proletarian internationalism, to the cause of the fraternal alliance of the proletarians of all countries.[4]

 

Tidak ada keraguan sedikitpun dalam karakteristik internasionalisme pada revolusi Sosialis. Hal ini merupakan bagian fundamental dari seluruh Marxis-Revolusioner di dunia termasuk Lenin dan Stalin.

Para penentang teori Sosialisme di Satu Negara juga kemudian mendasarkan argumen mereka pada pandangan Engels yang tertuang dalam “Prinsip-prinsip Komunisme”,

 

Apakah mungkin revolusi hanya terjadi di satu negara saja?

Tidak. Dengan menciptakan pasar dunia, industri besar telah menyatukan seluruh manusia di muka bumi, dan terutama rakyat-rakyat beradab,[5] dalam satu hubungan yang dekat antara satu dan lainnya sehingga apa yang terjadi dengan satu pihak tidak terpisah dari pihak lainnya.

Terlebih lagi, industri besar telah mengkoordinasikan perkembangan sosial dari negara-negara beradab hingga pada titik di mana, dalam keseluruhan, borjuis dan proletariat telah menjadi kelas yang menentukan, dan pertarungan diantara mereka adalah, pergulatan yang paling besar pada masa ini. Karena itulah, revolusi komunis tidak akan menjadi sekedar fenomena nasional namun akan terjadi secara serentak di seluruh negara-negara beradab, hal itu setidaknya di Inggris, Amerika, Prancis dan Jerman.[6]

 

Mereka secara dogmatik mengambil kutipan dari karya Engels tersebut yang menyatakan bahwa:

1.     Revolusi Sosialis tidak dapat terjadi hanya dalam satu negara saja namun adalah fenomena internasional.

2.     Revolusi Sosialis akan terjadi secara serentak di seluruh dunia.

 

Ini jelas pandangan dogmatis yang bahkan “tidak lagi sesuai dengan konteksnya”. Pertama-tama benar bahwa revolusi sosialis bukan sekedar merupakan fenomena nasional tapi internasional. Revolusi tidak akan berhenti di satu negara saja namun akan berkembang pula dalam prosesnya ke negara-negara lain di seluruh dunia. Jika mereka menggunakan hal ini untuk menyatakan bahwa “Sosialisme di Satu Negara” anti Internasionalisme maka di mana Lenin dan Stalin pernah menyatakan hal demikian? Di tulisan mana menegaskan bahwa Sosialisme di Satu Negara hanya merupakan proses isolasi revolusi di satu negara saja? Atau jika mereka memang menyatakan bahwa teori ini adalah teori “Stalinis” maka di mana buktinya? Secara teori maupun praktik? Mereka jelas tidak dapat memberikan bukti-bukti yang valid, sebab tidak hanya Uni Soviet berhasil membangun Sosialisme di negara mereka pada periode Stalin namun juga berhasil membantu proses revolusi di negara-negara lain di dunia. Ini adalah fakta yang tidak terbantahkan dari segi teori dan praktik.

Kedua, berkaitan dengan kutipan dari Engels ini kita harus memahami bahwa terdapat perbedaan antara saat Engels menulis karya ini dan situasi dunia kemudian di era Lenin. Engels menulis karyanya “Prinsip-prinsip Komunisme” pada abad 19 saat itu belum ada Imperialisme, Kapitalisme belum mencapai tahapan akhirnya, dan hal itu berbeda dengan era Lenin di mana Kapitalisme telah berkembang pada tahap akhirnya, tahap Imperialisme, tahap monopoli, dan kekuasaan finansial yang kemudian disebut Lenin sebagai “Kapitalisme yang sedang sekarat”. Kapitalisme inilah yang disebut juga Late Capitalism merupakan fenomena yang terjadi hingga era sekarang di abad 21. Kita sendiri bisa melihat dari kutipan tersebut bahwa Engels menyatakan “revolusi terjadi secara serentak” namun dimulai dari negara-negara maju di Eropa Barat. Apakah Engels salah? Tidak, hal itu memang kondisi material pada eranya, namun pada abad 20, kondisi material itu berubah dan faktanya, revolusi tidak terjadi dimulai dari negara maju tapi negara terbelakang yaitu Rusia.

Ketiga, Engels hanya berbicara tentang “Revolusi Sosialis”. Ia tidak berbicara apa-apa dalam karyanya tersebut mengenai “Konstruksi Sosialis”. Revolusi dalam hal ini dimaknai sebagai “proses perebutan kekuasaan politik” yang dalam konteks Marxisme dilakukan oleh kelas pekerja dengan menggulingkan sistem borjuis. Dengan demikian, Engels tidak berbicara mengenai, “kemustahilan konstruksi sosialisme di satu negara”, namun lebih membicarakan bahwa revolusi sosialis tidak akan berhenti dalam konteks nasionalnya saja tapi akan menjadi revolusi yang bersifat internasional, sesuatu yang fundamental bagi seluruh Marxis-Revolusioner. Karenanya dapat disimpulkan, para penentang Sosialisme di Satu Negara yang membawa kutipan Engels ini hanya memahaminya secara dogmatik, sehingga terjerumus dalam dogmatisme sebagaimana penyakit di dalam Internasional Kedua. 

 

Engels tidak pernah berbicara mengenai, "kemustahilan membangun sosialisme di Rusia atau di negara-negara terbelakang". Engels hanya membahas mengenai "Revolusi Sosialis" yang bersifat internasional tapi tidak pernah berbicara mengenai konstruksi sosialis apalagi menyatakan bahwa Sosialisme tidak dapat dikonstruksi di satu atau beberapa negara terlebih dahulu.

Perlu diingat bahwa, teori “Sosialisme di Satu Negara” tidak pernah menyatakan bahwa “kemenangan akhir Sosialisme” yang artinya terciptanya Komunisme Lengkap dapat dicapai hanya di satu atau beberapa negara saja. Teori Sosialisme di Satu Negara menyatakan bahwa, konstruksi sosialisme dapat dimulai di satu atau beberapa negara di mana kelas pekerjanya telah merebut kekuasaan politik melalui revolusi dan menyatakan bahwa pembangunan masyarakat sosialis lengkap dapat dilakukan tanpa harus menunggu revolusi terjadi di negara-negara maju terlebih dahulu atau bersifat simultan. Dengan kata lain, yang dimaksud, “kemenangan revolusi dimungkinkan di satu atau beberapa negara” adalah:

1.     Kelas pekerja mampu merebut kekuasaan politik dalam proses revolusi.

2.     Sosialisme dapat dikonstruksi dan masyarakat Sosialis dapat tercapai di masing-masing negara terlebih dahulu.

Dengan demikian, negara-negara sosialis yang sedang dalam tahapan pembangunan sosialisme atau telah berhasil mencapai masyarakat sosialis akan bertindak sebagai “vanguard” dari revolusi dunia. Karenanya keberhasilan revolusi dan pembangunan sosialisme di satu negara merupakan mata rantai dari revolusi sosialis yang bersifat internasional. Tidak terpisah.

Mengenai hal ini, Stalin telah memberikan pandangannya dengan jelas,

 

“Namun, dukungan dari para pekerja di Barat yang mengarah pada kemenangan revolusi di Barat masih jauh, sangat jauh. Tanpa dukungan dari para pekerja di Barat, hampir tidak mungkin kita dapat bertahan melawan musuh-musuh yang mengepung kita. Jika dukungan ini nantinya berkembang menjadi kemenangan revolusi yang baik di Barat. Maka kita dapat meraih kemenangan akhir sosialisme di negara kita. Namun bagaimana jika dukungan ini tidak berkembang menuju kemenangan revolusi di Barat? Jika tidak ada kemenangan kemenangan revolusi di Barat, dapatkah kita membangun masyarakat sosialis dan menyelesaikan konstruksinya? Kongres menjawab bahwa kita dapat melakukannya. Jika tidak, maka tidak ada gunanya kita merebut kekuasaan pada Oktober 1917. Jika kita tidak memperhitungkan persoalan untuk memberikan pukulan akhir pada kapitalis-kapitalis kita, semua orang akan menyatakan bahwa tidak ada gunanya kita merebut kekuasaan pada Oktober 1917.”[7]

 

Stalin dengan jelas memberikan pandangannya bahwa konstruksi sosialisme tidak perlu harus menunggu kemenangan revolusi di negara-negara maju. Namun Stalin tidak mengatakan apa-apa persoalan menolak hal tersebut maupun menentang pentingnya dukungan dari proletariat di negara-negara maju dalam menjamin kesuksesan dari konstruksi sosialis di Uni Soviet. Stalin hanya memberikan penekanannya bahwa yang dimaksud “bantuan proletariat dari Eropa Barat” tidak harus selalu dalam bentuk kesuksesan revolusi di Barat namun kemampuan untuk membuat penguasa borjuis di negara-negara tersebut khawatir dan berpikir berkali-kali untuk menyerang Uni Soviet (karena adanya potensi untuk protes dan pemberontakan kelas pekerja di Barat) berperan dalam memberikan bantuan yang sangat berharga terhadap usaha konstruksi sosialisme di Uni Soviet. Karenanya, daripada berpikir secara dogmatis untuk sebuah keharusan revolusi yang sukses di Barat sebagai syarat pembangunan Sosialisme di Uni Soviet, Stalin berpikir lebih dialektis dengan menyatakan dengan tegas bahwa konstruksi sosialis dapat dimulai di Uni Soviet dan bantuan dari proletariat Barat tidak harus dalam bentuk kesuksesan revolusi di negara-negara tersebut. Sebab jika harus berpikir dogmatis, maka sampai kapanpun, Sosialisme tidak akan pernah bisa di konstruksi sama sekali.

Lenin sendiri juga menyebut bahwa pandangan mengenai “kemenangan sosialisme hanya dapat diraih dalam skala global”, Lenin menyebut hal ini sebagai upaya daripada borjuis untuk menutupi fakta atau kebenaran yang ada.

 

when we are told that the victory of socialism is possible only on a world scale, we regard this merely as an attempt, a particularly hopeless attempt, on the part of the bourgeoisie and its voluntary and involuntary supporters to distort the irrefutable truth.[8]

 

Hal yang dimaksudkan oleh Lenin sekali lagi adalah bahwa, “kemenangan sosialisme” dapat diraih terlebih dahulu di satu atau beberapa negara. Bahwa kemenangan revolusi sosialis tidaklah harus bersifat simultan dan dikarenakan fakta mengenai “perkembangan Kapitalisme yang tidak merata” maka revolusi secara simultan tidak mungkin terjadi.

Dan harus dipahami benar untuk dapat memisahkan antara, “kemenangan sosialisme” yang artinya keberhasilan revolusi sosialis dan konstruksi sosialisme di satu atau beberapa negara dengan “kemenangan akhir sosialisme” yaitu tercapainya tujuan akhir revolusi yakni “masyarakat Komunis Lengkap”. Mengenai kemenangan akhir sosialisme tidak ada pertentangan satupun bahwa hal itu hanya dapat dicapai dalam lingkup internasional. Tidak mungkin Komunisme Lengkap hanya tercapai di satu negara yang dikepung oleh negara-negara kapitalis. Lenin sendiri menyatakan,

 

The final victory of socialism in a single country is of course impossible. Our contingent of workers and peasants which is upholding Soviet power is one of the contingents of the great world army, which at present has been split by the world war, but which is striving for unity, and every piece of information, every fragment of a report about our revolution, every name, the proletariat greets with loud and sympathetic cheers, because it knows that in Russia the common cause is being pursued, the cause of the proletariat’s uprising, the international socialist revolution.[9]

 

Para penentang teori “Sosialisme di Satu Negara” akan dengan senang hati menggunakan kutipan ini untuk menyatakan bahwa “Lenin menolak Sosialisme dapat dibangun di satu negara”, namun sekali lagi hal itu tidak digunakan pada konteksnya. Mereka hanya mengambil kutipan tersebut setengah-setengah dan mengaburkan maknanya secara keseluruhan sementara jika kita membaca Lenin sendiri, Lenin hanya menyatakan bahwa “yang tidak dimungkinan dalam satu negara adalah kemenangan akhir sosialisme” bukan “kemenangan revolusi sosialis dan keberlanjutannya dalam proses konstruksi sosialis”. Mengenai kemenangan akhir sosialisme ini, Stalin juga menunjukan pandangan yang sama dengan Lenin. Ia sendiri menyatakan,

 

“ The final victory of Socialism the full guarantee against attempts at intervention, and that means against restoration, for any serious attempt at restoration can take place only with serious support from outside, only with the support of international capital.

 

"Hence the support of our revolution by the workers of all countries, and still more, the victory of the workers in at least several countries, is a necessary condition for fully guaranteeing the first victorious country against attempts at intervention and restoration, a necessary condition for the final victory of Socialism,"[10]

 

Dengan sangat jelas, Stalin menyatakan bahwa yang dimaksud kemenangan akhir sosialisme merupakan keberhasilan total daripada revolusi mencapai cita-cita terakhirnya (masyarakat komunis lengkap) dan dengan tegas pula, Stalin menyatakan hal itu tidak mungkin dicapai hanya dalam satu atau beberapa negara. Namun harus dalam skala internasional. Karenanya sekali lagi konteksnya harus dapat dipahami dengan baik antara “kemenangan revolusi sosialis yang dilanjutkan dengan konstruksi sosialis”, merupakan hal yang dimungkinan dalam satu atau beberapa negara namun tidak dengan “kemenangan akhir sosialisme”. Karenanya Sosialisme di Satu Negara tidak sama sekali menolak “Internasionalisme” namun lebih kepada sebuah taktik untuk dapat memastikan sosialisme mencapai kemenangan akhirnya dimulai dari keberhasilan sosialisme di satu atau beberapa negara terlebih dahulu.

 

Stalin tidak pernah menyatakan diri menolak sifat internasionalisme dari revolusi proletariat. Stalin setuju dan bersandar sepenuhnya pada Lenin bahwa kemenangan Sosialisme di Satu Negara bukanlah kemenangan akhir Sosialisme. Kemenangan akhir Sosialisme hanya dapat diperoleh dalam panggung internasional.

Selain itu, Lenin tidak pernah menyatakan bahwa kesuksesan pembangunan sosialisme tergantung pada keberhasilan revolusi di negara maju. Sosialisme dapat mencapai kemenangan (kemenangan revolusi) dan dikonstruksi bahkan di negara-negara yang terbelakang sekalipun. Karena negara-negara terbelakang sekalipun pada dasarnya juga memiliki syarat-syarat yang diperlukan untuk proses pembangunan sosialisme, hal ini dapat dilihat dalam contoh negara-negara semi-koloni bekas jajahan yang sekalipun perkembangan Kapitalismenya masih menyisakan sisa-sisa feudalisme namun syarat-syaratnya seperti akumulasi kapital, tekanan Imperialisme, keberadaan proletariat sebagai kelas revolusioner utama sudah terpenuhi. Negara-negara tersebut tidak perlu harus menunggu keberhasilan revolusi di negara-negara maju untuk memulai proses revolusi dan konstruksi sosialismenya. Inilah yang disebut Lenin sebagai “Teori Revolusi yang Tidak Terinterupsi”. Justru dengan perkembangan Imperialisme, revolusi akan sangat dimungkinkan terjadi di negara-negara terbelakang, ditempat di mana rantai kapitalisme sangat lemah. Revolusi itu akan berlanjut dari proses penyelesaian Revolusi Demokratik menuju Revolusi Sosialis yang artinya tahapan konstruksi sosialis dapat dimulai bahkan di negara-negara terbelakang sekalipun. Inilah salah satu essensi dari teori “Sosialisme di Satu Negara” sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Lenin sendiri.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa teori “Sosialisme di Satu Negara” bukanlah sebuah distorsi dari Marxisme maupun Leninisme namun merupakan sebuah gagasan revolusioner dari perkembangan Marxisme yang ditemukan oleh Lenin. Sosialisme di Satu Negara merupakan teori integral dalam Leninisme dan merupakan pandangan inti yang bersumber dari pemikiran Lenin sendiri bahwa Sosialisme dapat dan sangat dimungkinkan untuk dikonstruksi di satu atau beberapa negara terlebih dahulu sebagai rangkaian dari proses revolusi yang bersifat internasional.

Sosialisme di Satu Negara juga menunjukan bagaimana Lenin berjuang keras melawan dogmatisme. Dogmatisme baik dari Kautskyist, Menshevik, maupun di dalam beberapa Bolshevik sendiri yang tidak meyakini, revolusi sosialis dapat meraih kemenangan di negara terbelakang seperti Rusia. Kaum dogmatis sering mengutip pernyataan-pernyataan klasik dari Marx dan Engels untuk membenarkan pandangan mereka namun faktanya, kutipan-kutipan itu tidak dimaknai dalam analisis materialisme dialektis namun dalam absolutime dogma. Dengan demikian mereka mengaburkan essensi daripada Marxisme-Revolusioner itu sendiri. Stalin sendiri menyatakan,

“Dulu kemenangan revolusi di satu negri dianggap tidak mungkin, dengan mengira bahwa untuk mencapai kemenangan atas borjuasi diperlukan aksi bersama kaum proletar semua negeri, yang maju atau setidak-tidaknya mayoritas negri-negri yang demikian. Sekarang pandangan ini sudah tidak sesuai dengan kenyataan. Sekarang kita harus bertolak dari kemungkinan akan kemenangan yang demikian, sebab sifat tidak merata dan melompat-lompat dari perkembangan negeri-negeri kapitalis yang berbeda-beda dalam syarat-syarat imperialisme, perkembangan kontradiksi-kontradiksi yang membencanakan di dalam imperialisme, yang mengakibatkan peperangan-peperangan yang tidak terelakan, pertumbuhan gerakan revolusioner di semua negeri di dunia – semua ini mendatangkan bukan saja kemungkinan, tetapi juga keharusan kemenangan proletariat di satu-satu negeri”.[11]

Pernyataan Stalin ini jelas bersandar pada dasar yang telah disampaikan oleh Lenin mengenai perkembangan dialektis dalam Kapitalisme dan sebagai akibatnya, revolusi yang bersifat simultan tidak dapat terjadi. Dalam prosesnya kemenangan revolusi (dalam konteks perebutan kekuasaan) dan keberhasilan pembangunan sosialisme di satu atau masing-masing negara menjadi perkara yang sangat penting dalam proses revolusi sosialis yang bersifat internasional.

Dengan demikian dapat disimpulkan pada akhirnya bahwa teori Sosialisme di Satu Negara merupakan buah pemikiran Vladimir Lenin yang membongkar dogmatisme dalam gerakan revolusioner Marxis. Sebuah gagasan yang sama sekali tidak bertentangan dengan semangat dasar dari Marxisme yaitu, Internasionalisme. Lenin dan kemudian Stalin berhasil membuktikan kekeliruan dari kaum dogmatis dalam memandang revolusi. Adalah sebuah kemustahilan untuk mengharapkan sebuah revolusi dunia yang bersifat simultan (didasarkan pada fakta teori Leninis mengenai “Hukum Perkembangan Kapitalisme yang tidak Merata) atau menggantungkan harapan pada keharusan kemenangan revolusi di negara-negara maju sebagai syarat untuk konstruksi sosialisme di negara-negara terbelakang.

Kemenangan akhir daripada Sosialisme berawal dari keberhasilan revolusi di satu atau beberapa negara, dari revolusi nasional berkembang menjadi revolusi internasional, dan dari kemenangan di satu negara berkembang menjadi kemenangan akhir di seluruh dunia. Itulah makna sesungguhnya dari teori “Sosialisme di Satu Negara”. Teori Marxisme-Leninisme mengenai Revolusi Proletariat yang bersifat Internasional.

 

Workers of the World, Unite!

 

Penulis

Bindusara Chandra

 



[1] Vladimir Lenin, 1915, “On Slogan for United States of Europe”,

https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1915/aug/23.htm

[2] Vladimir Lenin, 1916, “The Military Programme of Proletariat Revolution”,

 https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1916/miliprog/i.htm

[3] Karl Marx dan Friedrich Engels, 1848, “Manifesto Partai Komunis”, halaman 61

[4] Joseph Stalin, 1934, “Report to the 17th Party Congress on the Work of the C.C. of the C.P.S.U.(B.), https://www.marxists.org/reference/archive/stalin/works/1934/01/26.htm

[5] Yang dimaksud Engels adalah rakyat dari negara-negara industri maju/Imperialis Besar

[6] Friedrich Engels, 1847, “Prinsip-prinsip Komunisme”, halaman 18

[7] Joseph Stalin, 1926, “Dimungkinkannya Untuk Membangun Sosialisme di Negara Kita”, https://sosialisprogresifindonesia.blogspot.com/2023/03/dimungkinkannya-untuk-membangun.html

[8] Vladmir Lenin, 1918, ““Speech to the Third All-Russia Congress of Soviets”,

https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1918/jan/10.htm

[9] Vladmir Lenin, 1918, ““Speech to the Third All-Russia Congress of Soviets”,

https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1918/jan/10.htm

[10] Joseph Stalin, 1937, “Problems of Leninism”, dalam Stalin, 1938, “On Final Victory of Socialism in USSR”, https://www.marxists.org/reference/archive/stalin/works/1938/01/18.htm

[11] Joseph Stalin, 1924, “Dasar-dasar Leninisme”, halaman 38

Komentar

  1. secara tidak langsung,lenin lebih mengakui Sosialisme di satu negara atau beberapa negara sebagai pelopor untuk mendirikan sosialisme daripada Teori Revolusi Permanen yang dicetuskan Trotsky?

    BalasHapus
  2. Teori Sosialisme di Satu Negara berasal dari analisis Lenin yang sebagaimana telah kami jelaskan diatas. Lenin memahami bahwa kondisi objektif revolusi sudah berubah di mana kegagalan revolusi di Barat dan posisi Rusia yang terisolasi menjadikan pembangunan sosialisme di Rusia adalah hal yang mendesak. Lenin sendiri juga sudah mengakui sejak 1915 bahwa Sosialisme dapat dikonstruksi terlebih dahulu di satu atau beberapa negara dan ini semakin diperkuat dengan kenyataan bahwa revolusi tidak bisa terjadi secara simultan di seluruh dunia. Di sini perbedaan antara Leninisme (Marxisme-Leninisme) dan Trotskyisme di mana Trotsky cenderung memandang bahwa Sosialisme tidak bisa dibangun dalam kondisi terisolasi tanpa keberhasilan revolusi di negara-negara maju.

    BalasHapus

Posting Komentar